LDII dalam Peta Sosial Politik Indonesia

Oleh : Asep Rohimat, SIP.,SH.

Tidak banyak masyarakat yang mengenal LDII. Berbeda dengan NU atau Muhamadiyah  yang sudah akrab ditelinga khalayak ramai. NU adalah organisasi massa Islam terbesar di Indonesia dengan karakteristik tradisional dengan peran para ulamanya yang dominan dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya. Berbeda dengan Muhamadiyah yang dikenal lebih reformis, modern dan intelektual dalam menjalankan harokah islamiyah-nya.

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) adalah sebuah organisasi massa keagamaan yang bergerak dalam bidang dakwah Islam dan sosial kemasyarakatan dengan payung Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara-nya dengan dilandasi nilai-nilai Islam berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah.

Berbeda dengan NU atau Muhamadiyah yang mempunyai basis massa dengan karakteristik tertentu (NU = masyarakat kultural, petani, masyarakat pedesaan atau Muhamadiyah = priyayi/pegawai negeri, kaum terpelajar, pedagang, masyarakat perkotaan, kelas menengah terdidik), LDII mempunyai basis massa yang majemuk atau dengan kata lain dapat menampung semua lapisan masyarakat dari berbagai latar belakang mulai dari buruh, petani, pelajar, mahasiswa, guru, pegawai negeri, anggota TNI/POLRI, pejabat, pedagang, pengusaha, dst)

Kalau Muhamadiyah dikenal sebagai kelompok Islam yang modern dan NU mewakili kelompok Islam yang memegang kuat tradisi. Lantas apa sebutan Islam apa yang cocok untuk menggambarkan LDII ? Sulit untuk mendeskripsikan karakteristik LDII dalam sebuah istilah yang representatif. Bila disebut Islam yang modern, LDII memenuhi kriteria, misalnya saja LDII dipimpin oleh seorang professor riset (Prof.Dr.Ir.H. Abdullah Syam, MSc.), mempunyai visi dan misi yang jelas serta struktur organisasi yang modern, sering mengadakan kegiatan-kegiatan yang ilmiah (CAI, dll). Sebaliknya, LDII juga adalah Islam yang tradisional, misalnya LDII dalam dakwah dan sistem pengajiannya menerapkan pola tradisional dimana guru mengajarkan ilmu agama kepada muridnya atau murid membaca dan guru memperhatikan dan mengesahkan. Dalam beramal ma’ruf, anggota LDII lebih banyak memakai metode konvensional, misalnya dari mulut ke mulut, door to door, person to person atau lebih dikenal dengan istilah dakwah fardiyah. Satu lagi ciri tradisional LDII adalah memegang teguh Al Qur’an dan As Sunnah secara tekstual dalam rangka tabligh nya sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW ± 1400 tahun yang lampau.

Nahdatul Ulama dilahirkan sebagai kesepakatan para ulama yang memegang tradisi pada waktu itu untuk membendung dan melindungi tradisi-tradisi dalam masyarakat Islam Indonesia dari pengaruh gerakan pembaharuan Islam (Wahabiah) yang diwakili oleh terbentuknya Muhamadiyah dan Persis di Indonesia sebelum merdeka. Dalam perkembangannya antara NU dan Muhamadiyah serta ormas-ormas Islam lainnya mempunyai peranan penting dalam blantika kehidupan sosial politik di tanah air. Pada waktu Orde Lama aspirasi masyarakat NU terwakili oleh partai NU dan warga Muhamadiyah terwakili oleh Masyumi. Ketika zaman Orde Baru, NU dan Muhamadiyah menyalurkan aspirasinya pada PPP. Kini, NU dibawah komando Gusdur mempunyai PKB sedangkan Muhamadiyah melahirkan PAN yang dimotori Amin Rais. Bagaimana dengan warga LDII dalam menyalurkan aspirasi politiknya ?

Para petinggi LDII dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan bahwa LDII adalah sebuah organisasi massa Islam yang netral, artinya tidak terikat dengan partai manapun. Warga LDII bebas menyalurkan aspirasinya ke partai manapun sesuai dengan hati nuraninya. Meskipun demikian, sebagai sebuah organisasi massa besar dan mempunyai massa yang riil, LDII sering didekati oleh partai-partai atau tokoh-tokoh politik. Bahkan warga LDII banyak yang dipercaya untuk menjadi pengurus partai politik sampai kepada calon kepala daerah atau anggota legislatif.

Dialam reformasi yang demokratis ini, banyak bermunculan kembali faham-faham atau ajaran-ajaran mulai dari sosialis kerakyatan sampai kepada faham Islam radikal. Seperti dimasa lalu, saat ini dan kedepan, akan terjadi lagi pertarungan idiologi antara nasionalis, islam dan sosialis. Tampaknya, sosialisme tidak mempunyai tempat dihati masyarakat sehingga sulit berkembang saat ini, disamping memang tetap dikontrol perkembangannya oleh negara akibat penghianatannya ditahun 1965. Berkembangnya PKS (yang meniru sistem perjuangan Ikhwanul Muslimin di Mesir) dan HTI (yang memilih jalur perjuangan ekstra parlemen) adalah tanda menguatnya kelompok Islam yang menginginkan diterapkannya syariat Islam dalam kehidupan bernegara. Golkar dan PDIP yang notabene partai mainstream melihat PKS dan HTI sebagai rival politik, sehingga lahirlah konsolidasi Medan beberapa waktu yang lalu antara PDIP dan Golkar.

Contoh awal dari pertarungan ideologi antara nasionalis versus islam adalah Pilkada Depok dan DKI Jakarta baru-baru ini. Dimanakah posisi NU, Muhamadiyah dan LDII sebagai stakeholder utama umat Islam di Indonesia ? Meskipun berbeda satu sama lain, ketiga ormas terbesar tadi mempunyai kesamaan pandangan mengenai Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Artinya, pembicaraan mengenai Pancasila, UUD 1945 dan NKRI sudah final, sehingga gerakan Islam fundamental tidak akan tidak akan menjadi mainstream di Indonesia sebagaimana pendapatnya Prof. Azzumardi Azra.

Tidak ada satu ayat pun dari Al Qur’an maupun Al Hadist yang secara tegas menyuruh umat Islam mendirikan negara Islam, yang ada adalah perintah menjalankan kehidupan ini berdasarkan Qur’an dan Sunnah secara kaffah. Perintah Allah dan Rasulullah SAW adalah menjaga kemurnian agama dalam “satu barisan” dan tidak berkelompok-kelompok. Negara hanyalah alat untuk mencapai kesejahtraan (welfare), sebagaimana telah diungkapkan oleh Plato ribuan tahun yang lalu. NKRI sudah pas untuk Indonesia yang beranekaragam dan janganlah kita memaksakan kehendak yang bisa merusak “nation state”  dan ukhuwah kita. Back to Al Qur’an  and As Sunnah adalah jawaban untuk menyelesaikan semua persoalan bangsa ini dan dengan tidak bermaksud berlebihan, menurut Penulis, LDII adalah kendaraan yang ideal untuk mengantarkan kita kemasa depan yang bahagia dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bi showab.