MUI dan KEMENAG Kab Jombang Adakan Pelatihan Dakwah

Jombang (11/03/2013) – Pondok Pesantren Gadingmangu bekerjasama dengan MUI dan Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Kabupaten Jombang mengadakan Pelatihan Dakwah bagi para santriwan dan santriwati yang tengah menimba ilmu di pondok pesantren tersebut. Pelatihan dakwah yang berlangsung 11 Maret 2013 ini diisi oleh para pemateri dari MUI, Kemenag dan DPD LDII Kab Jombang.

(Kontributor: Fajar Ibnu)

Islam Tak Cukup dengan Jenggot Panjang dan Surban

Ketua PB NU

Ketua PB NU

Ketua PBNU, Prof. Dr. KH Said Aqil Siraj

Jenggot panjang, memakai surban, dan celana di atas tumit itu bagus. Tapi hal-hal yang bersifat simbolik itu tidak cukup untuk dinilai bahwa dia telah mengamalkan ajaran Islam. Ulama terdahulu, seperti Ibnu Sina, Imam Al-Ghozali dan sejumlah tokoh Islam lain juga punya jenggot yang panjang dan juga pakai surban. Namun, sekali lagi, Islam tidak cukup hanya dengan jenggot dan surban saja. KETUA Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siraj mengungkapkan hal tersebut saat menghadiri acara Maulid Akbar di Masjid At-Tin, di Kompleks Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. “Mengamalkan ajaran Islam tidak cukup hanya dengan memelihara jenggot hingga panjang, memakai surban, dan memakai celana dengan tinggi di atas tumit saja. Sebab, ajaran Islam cukup luas dan tidak bisa terwakilkan oleh sekedar simbol belaka,” paparnya.
Pernyataan Kang Said, demikian ia akrab disapa, itu merupakan tanggapan terhadap wacana kembali kepada madzhab Salafy yang dimunculkan sejumlah kelompok di Indonesia. Namun, ia menegaskan, penerapan madzhab Salafy tidak cukup hanya dengan pelaksanaan hal-hal yang simbolik. “Ulama terdahulu dan sejumlah tokoh Islam lain juga mempunyai jenggot yang panjang dan juga memakai surban. Namun, sekali lagi, Islam tidak cukup dengan jenggot dan surban saja,” tuturnya.
Orang yang sudah beriman saja, ujar Kang Said, masih belum cukup. Sebab, orang yang telah beriman harus disempurnakan dengan amal dan ibadah yang baik, serta perilaku yang terpuji. Keimanan masih harus ditopang dengan moral dan prilaku yang baik,” jelas doktor jebolan Universitas Umul Quro’ Mekkah, Arab Saudi, itu.
KESAN konservatif, seperti umumnya para kiai di Indonesia, tak tersirat pada diri Said Aqiel Sirad. Sikap ulama asal Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, itu bisa dikatakan sangat moderat. Bahkan, ia cenderung kontroversial. Keberaniannya mempertanyakan kembali dasar-dasar penting yang telanjur baku dalam praktik kehidupan beragama umat Islam mengingatkan orang kepada apa yang pernah dilakukan pendahulunya, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dan Nurcholish Madjid.
Atas keberanian sikapnya yang “kelewat batas” itu, Said Aqiel pernah dikafirkan oleh 12 orang kiai. Ada pula yang melayangkan surat ke almamaternya –Universitas Ummul Qura’ – Mekkah, meminta agar mencabut gelar doktornya. “Jangankan gelar doktor, gelar haji pun ambillah. Enggak usah digelari haji juga enggak apa-apa,” tukasnya menanggapi serangkaian tudingan “miring” atas dirinya itu.
Tudingan “miring” itu bermula dari sejumlah sikapnya yang dinilai nyeleneh. Misalnya, ia menjalin persahabatan yang begitu erat dengan tokoh-tokoh non-muslim, seperti Romo Mangunwijaya (almarhum), Romo Mudji Sutrisno, dan Romo Sandyawan Sumardi. Ia juga tercatat sebagai salah satu penasihat Angkatan Muda Kristen Republik Indonesia.
Lalu, minatnya terhadap masalah kebangsaan dan hak asasi manusia juga tercermin dari keberadaannya sebagai salah satu pendiri Gerakan Keadilan dan Persatuan Bangsa, bersama tokoh-tokoh seperti Siswono Yudohusodo dan Sarwono Kusumaatmadja. Selain itu, ia juga bergabung dalam Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Peristiwa Kerusuhan 12-14 Mei 1998.
Menurut Said Aqil, serangkaian sepak terjangnya itu bukan tanpa alasan. Ia hanya ingin menunjukkan tiga hal penting yang seharusnya menjadi dasar penghayatan agama oleh setiap orang: toleran, moderat, dan akomodatif. “Islam yang benar itu, ya, moderat, toleran, dan akomodatif,” tandas kiai yang senantiasa berpenampilan sederhana itu.
Dibesarkan di lingkungan pesantren, ahli tasawuf ini asli Cirebon. Ayahnya, Kiai Aqil Siraj, adalah seorang ulama bersahaja yang memiliki pondok pesantren kecil di Desa Kempeg, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pesantren itu kini dikelola oleh saudara-saudara K.H. Said Aqil Siraj dan menampung sekitar seribu murid.
Said Aqil menamatkan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (setingkat Sekolah Dasar) di kampung halamannya. Masa pendidikan pesantren setingkat sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas dihabiskannya di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Pada 1980, didampingi istrinya (Nurhayati), ia melanjutkan studi dengan beasiwa di Tanah Suci Mekkah, Arab Saudi. Hidup di perantauan dilaluinya hingga 1994, dengan oleh-oleh gelar doktor bidang Ushuluddin (ilmu perbandingan agama) dari Universitas Ummul Qura’ – Mekkah. Dan di Mekkah pula keempat buah hatinya lahir.
Meski dikenal sebagai intelektual yang kritis, Said Aqil ternyata mempunyai sense of humour yang lumayan tinggi. Suatu hari, ia bercerita tentang kekonyolan penyeragaman yang dilakukan Gubernur Jawa Tengah Soewardi di masa lalu melalui program kuningisasi menjelang dan selama Pemilihan Umum 1997. “Saat itu, jangankan trotoar serta pagar, bedug mesjid, bahkan hewan kurban yang hendak dipotong pada Idul Adha pun harus dicat kuning,” tuturnya. “Itu ‘kan konyol,” tambah kiai yang juga mengajar di Universitas Islam Malang dan Perguruan Tinggi Ilmu Quran, Jakarta, itu.

MENGENAI kualitas umat Islam secara umum yang harus diperjuangkannya, dalam suatu kesempatan KH Said Aqil Siraj mengatakan bahwa saat ini beberapa kalangan Islam di Indonesia memahami agama Islam dengan sangat ekstrim (tatharruf). Mereka sering mengklaim diri sebagai Islam yang kaffah (menyeluruh) tetapi sebenarnya tidak pernah kaffah.
Bahwa Islam bukan hanya akidah dan syariah seperti yang mereka katakan, tetapi juga menawarkan budaya, peradaban dan moderasi Islam. Nah inilah yang ditawarkan NU dan inilah yang harus kita angkat, katanya.
Menurut Kang Said, NU juga harus menjaga, mengawal dan menjadi tameng keutuhan negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena NU berjasa besar ikut membangun dan mendirikan negara ini. Kita harus bersyukur kepada leluhur kita di mana beliau-beliau pada Muktamar di Banjarmasin 1936 sepakat membangun darus salam (negara kesejahteraan) bukan negara Islam. Para ulama merekrut semua komponen yang ada, baik lintas agama, etnis, budaya dan seterusnya. Ini memperkuat sumpah pemuda satu bangasa satu nusa dan satu bahasa, katanya.
Sikap seperti itu, kata Kang Said, terbentuk karena NU tidak terlalu mementingkan simbol, tidak legal formal, tidak mementingkan hal-hal yang bersifat lahir semata. Lebih penting lagi adalah nilai dan substansi Islam itu sendiri.
Di sisi lain, memang orang-orang nasionalis pada zaman itu adalah bukan orang-orang universal, bukan nasionalis sekuler yang betul-betul tidak memasukkan faktor agama atau tidak menginginkan agama campur tangan dalam kehidupan bernegara. Mereka bukan orang-orang nasionalis sebagaimana yang ditulis Ernast Renan dalam Whats the Nation tahun 1980, sehingga waktu itu Soekarno, Agus Salim, Kahar Muzakkar, Kiai Wahab Hasbullah, Wahid Hasyim dan Moh Hatta bisa saling ketemu,” katanya.

( Sumber www.ldii.or.id )

Perbankan Syariah

Informasi Syariah

Informasi Syariah

Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.

Sejarah

Dunia

Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis.[1] Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.

Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.

Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.

Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia AsiaPasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.

Indonesia

Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. [2].Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).

Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.

Prinsip perbankan syariah

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain [3]:

  • Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
  • Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
  • Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
  • Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
  • Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.

Produk perbankan syariah

Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:

Jasa untuk peminjam dana

  • Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan. [4]
  • Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan[5]
  • Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. [6]
  • Takaful (asuransi islam)

Jasa untuk penyimpan dana

  • Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. [7]
  • Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

Tantangan Pengelolaan Dana

Laju pertumbuhan perbankan syariah di tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15 persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per tahun. Tahun 2005, perbankan syariah Indonesia membukukan laba Rp 238,6 miliar, meningkat 47 persen dari tahun sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang memiliki potensi pasar sangat luas untuk perbankan syariah, masih tertinggal jauh di belakang Malaysia.

Tahun lalu, perbankan syariah Malaysia mencetak profit lebih dari satu miliar ringgit (272 juta dollar AS). Akhir Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran ini hampir mencapai 12 persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di Indonesia, aset perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari total aset perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia baru akan dimulai tahun ini.

Implementasi kebijakan office channeling, dukungan akseleratif pemerintah berupa pengelolaan rekening haji yang akan dipercayakan pada perbankan syariah, serta hadirnya investor-investor baru akan mendorong pertumbuhan bisnis syariah. Konsultan perbankan syariah, Adiwarman Azwar Karim, berpendapat, perkembangan perbankan syariah antara lain akan ditandai penerbitan obligasi berbasis syariah atau sukuk yang dipersiapkan pemerintah.

Sejumlah bank asing di Indonesia, seperti Citibank dan HSBC, bahkan bersiap menyambut penerbitan sukuk dengan membuka unit usaha syariah. Sementara itu sejumlah investor dari negara Teluk juga tengah bersiap membeli bank-bank di Indonesia untuk dikonversi menjadi bank syariah. Kriteria bank yang dipilih umumnya beraset relatif kecil, antara Rp 500 miliar dan Rp 2 triliun. Setelah dikonversi, bank-bank tersebut diupayakan melakukan sindikasi pembiayaan proyek besar, melibatkan lembaga keuangan global.

Penghimpunan dana

Selain investor asing, penghimpunan dana perbankan syariah dari dalam negeri akan didongkrak penerapan office-channeling yang didasari Peraturan BI Nomor 8/3/PBI/2006. Aturan ini memungkinkan cabang bank umum yang mempunyai unit usaha syariah melayani produk dan layanan syariah, khususnya pembukaan rekening, setor, dan tarik tunai.

Sampai saat ini, office channeling baru digunakan BNI Syariah dan Permata Bank Syariah. Sejumlah 212 kantor cabang Bank Permata di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya sudah dapat melayani produk dan layanan syariah sejak awal Maret lalu. Sementara tahap awal office channeling BNI Syariah dimulai 21 April 2006 pada 29 kantor cabang utama BNI di wilayah Jabotabek. Ditargetkan 151 kantor cabang utama BNI di seluruh Indonesia akan menyusul.

General Manager BNI Syariah Suhardi beberapa pekan lalu menjelaskan, untuk memudahkan masyarakat mengakses layanan syariah, diluncurkan pula BNI Syariah Card. Kartu ini memungkinkan nasabah syariah menggunakan seluruh delivery channel yang dipunyai BNI, seluruh ATM BNI, ATM Link, ATM Bersama, dan jaringan ATM Cirrus International di seluruh dunia.

Hasil penelitian dan permodelan potensi serta preferensi masyarakat terhadap bank syariah yang dilakukan BI tahun lalu menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perbankan syariah. Namun, sebagian besar responden mengeluhkan kualitas pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan inilah yang coba diatasi dengan office channeling.

Dana terhimpun juga akan meningkat terkait rencana pemerintah menyimpan biaya ibadah haji pada perbankan syariah. Dengan kuota 200.000 calon jemaah haji, jika masing-masing calon jemaah haji menyimpan Rp 20 juta, akan terhimpun dana Rp 4 triliun yang hanya dititipkan ke bank syariah selama sekitar empat bulan. Dana haji yang terhimpun dalam jumlah besar dalam waktu relatif pendek akan mendorong munculnya instrumen investasi syariah. Dana terhimpun itu bahkan cukup menarik bagi pebisnis keuangan global untuk meluncurkan produk investasi syariah.

Di sisi lain, suku bunga perbankan konvensional diperkirakan akan turun. Menurut Adiwarman, bagi hasil perbankan syariah yang saat ini berkisar 8-10 persen, membuat perbankan syariah cukup kompetitif terhadap bank konvensional. “Dengan selisih sekitar dua persen (dari tingkat bunga bank konvensional), orang masih tahan di bank syariah, tetapi lebih dari itu, iman bisa juga tergoda untuk pindah ke bank konvensional,” kata Adiwarman menjelaskan pola perilaku nasabah yang tidak terlalu loyal syariah.

Berdasarkan analisis BI, tren meningkatnya suku bunga pada triwulan ketiga tahun 2005 juga sempat membuat perbankan syariah menghadapi risiko pengalihan dana (dari bank syariah ke bank konvensional). Diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun dana nasabah dialihkan pada triwulan ketiga tahun lalu. Namun, kepercayaan deposan pada perbankan syariah terbukti dapat dipulihkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang mencapai Rp 2,2 triliun pada akhir tahun. Kenaikan akumulasi dana pihak ketiga perbankan syariah merupakan peluang, sekaligus tantangan, karena tanpa pengelolaan yang tepat justru masalah akan datang.

Perbankan syariah sempat dituding “kurang gaul” dalam lingkungan pembiayaan karena sejumlah nasabah yang dianggap bermasalah pada bank konvensional justru memperoleh pembiayaan dari bank syariah. Akan tetapi, Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia Wahyu Dwi Agung meyakini, dengan sistem informasi biro kredit BI yang memuat data seluruh debitor, tudingan seperti itu tidak akan terjadi lagi.

Posisi rasio pembiayaan yang bermasalah (non-performing financings) pada perbankan syariah tercatat naik dari 2,82 persen pada Desember 2005 menjadi 4,27 persen Maret lalu. Rasio ini dinilai masih terkendali.

Kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses layanan perbankan syariah dan ketersediaan produk investasi syariah tidak akan optimal tanpa promosi dan edukasi yang memadai tentang lembaga keuangan syariah. Amat dibutuhkan pula jaminan produk yang ditawarkan patuh terhadap prinsip syariah.

( Sumber Wikipedia )

Segenap Warga LDII Bekasi Menyampaikan:

Taqobalallohu Minawaminkum

MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1429H

Mari sucikan diri kita dari segala kehilafan dalam komunikasi vertikal dengan Sang Khalik (Habluminalloh) maupun dalam komunikasi horizontal dengan sesama umat (Habluminannas), lalu mari kita tingkatkan amal ibadah kita dalam lembaran yang baru sebagai hasil latihan kita selama bulan suci Ramadhan.

LDII: Semarak Masjid di Penghujung Ramadhan

Alhamdulillah, tak terasa bulan Ramadhan ini sudah kita jalani hingga sejauh ini karena Alloh masih memberikan begitu banyak nikmat dan anugrah kepada kita semua, sehingga meskipun berpuasa badan kita tetap sehat dan kuat terlebih di bulan ini setiap individu muslim cenderung ingin meningkatakan ibadah dan amal sholehnya jauh lebih baik jika dibanding dengan hari-hari dibulan lain.

Maka tidak heran jika setiap muslim dengan semangat dan antusias memenuhi masjid-masjid dan majelis Ta’lim disekitar tempat tinggalnya. Seperti yang terlihat di beberapa mesjid di Kota Bekasi ini, warga LDII pun tidak ingin ketinggalan untuk menghabiskan waktunya untuk mengikuti berbagai aktivitas di masjid.

Hari ini sudah menginjak hari ke 3 kegiatan ITIKAF yang diselengarakan di beberapa kelompok pengajian Warga LDII yang ada di kota Bekasi. Oleh karena itu di 10 malam terakhir bulan ramadhan ini masjid-masjid semakin ramai dan kegiatan itikaf ini tidak hanya diikuti mereka yang sudah dewasa, tetapi tidak sedikit adik-adik kita yang masih duduk di SD turut meramaikan masjid dengan berbagai kegiatan.

Kegiatan ITIKAF ini diacarakan mulai dari sholat Isya berjamaah hingga pukul 23:30 wib, namun demikian bagi mereka yang mampu, kegiatan ITIKAF ini terus dilanjutkan masing-masing hingga menjelang sahur. Adapun acaranya di isi dengan;

  • Tadarus Al-Qur’an
  • Kajian Al-Qur’an dan Al Hadits meliputi makna dan keterangan
  • Nasihat Agama/ Tausyiah
  • Sholat Sunnah, doa, dzikir (dilakukan masing-masing peserta saat acara bebas diatas pk 23:30)

Tidak hanya itu, pada hari Minggu 21 September 2008 yang baru lalu dalam rangka meningkatkan tali silaturrohim, kerukunan dan kekompakan diantara generasi muda, para remaja LDII menyelenggarakan Buka Puasa Bersama yang bertempat di Wisma Patuha Jalan Patuha Utara II. Dalam acara tersebut Ketua DPD LDII Kota Bekasi, Bapak Drs Nurhadi berkesempatan memberikan wejangan dan motifasi kepada para peserta yang hadir saat itu. Bapak Drs Nurhadi mengharapkan generasi muda harus memiliki 3 target sukses generasi penerus yaitu:

  1. Memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi berlandaskan Al Qur’an dan Al Hadits.
  2. Memiliki Akhlakul Karimah, berbudi pekerti yang luhur seperti dicontohkan Rasulullah.
  3. Memiliki jiwa mandiri, memiliki intelektualitas dan keterampilan, mau bekerja keras dan ulet menghadapi tantangan zaman.

Ormas Islam LDII Kutuk Serangan Bom Pakistan

Jakarta (ANTARA News) – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lembaga Da`wah Islam Indonesia (LDII) mengutuk mengutuk keras serangan bom bunuh diri di Islamabad, Pakistan, Sabtu (20/9), yang menewaskan lebih dari 40 orang.

“Ini bulan puasa, seharusnya pelaku peledakan bom tersebut juga menghormatinya, dan tidak melakukan tindakan yang memakan korban jiwa. Ini jelas bukan tindakan seorang muslim,” tegas Ketua DPP LDII Prasetyo Sunaryo di Jakarta, Minggu.

Bom bunuh diri yang berasal dari sebuah truk telah menyerang Hotel Marriott di Islamabad menewaskan sedikitnya 43 orang, melukai sekitar 250 orang dan sejumlah bangunan dekat hotel terbakar.

Serangan bom bunuh diri itu terjadi beberapa jam setelah Presiden baru Pakistan Asif Ali Zardari, duda mantan perdana menteri Benazir Bhutto yang juga dibunuh, menyampaikan pidato pertamanya di parlemen yang terletak beberapa ratus meter dari ledakan tersebut.

Hotel Marriott yang dijaga ketat itu adalah salah satu dari jaringan hotel internasional asal AS yang populer di kalangan orang asing, diplomat dan orang-orang kaya Pakistan.

LDII dan sejumlah ormas Islam mensinyalir ada pihak asing yang mencoba mengganggu kerukunan antarumat beragama, terutama antara kaum muslim dan non muslim dunia.

“Kita mengimbau umat beragama di Indonesia agar bersatu sehingga tidak dapat diadu domba, serta menghindarkan tindak kekerasan seperti yang terjadi di pakistan,” kata Prasetyo.

Masjid-masjid seluruh Indonesia diharapkan melakukan Salat Gaib untuk mendoakan para korban ledakan bom di Pakistan.

“Pada hari yang baik ini, Ormas Islam akan melakukan Salat Gaib bersama untuk arwah korban ledakan dan doa untuk keselamatan bangsa agar terhindar dari berbagai peristiwa yang memakan korban jiwa,” katanya.

Sebagai bangsa dengan umat Islam yang besar, rakyat Indonesia dapat mencontoh akhlak Nabi Muhamamad bahwa Islam merupakan agama yang damai dan tidak mengenal kekerasan. (*)

(sumber berita ANTARA)

LAILATUL QODR

Diriwayatkan Ibnu Abi Hatim:

Dari Ali bin Urwah, Nabi Muhammad SAW pernah bercerita bahwa ada 4 orang dari kaum Bani Isroil yang beribadah selama 80 tahun dan tidak pernah menentang kepada Alloh meski sekejap matapun, 4 orang tersebut adalah:

1.    Nabi Ayub, AS

2.    Nabi Zakaria, AS

3.    Hizkil bin ‘Ajuzz

4.    Yusa’ bin Nun

Mendengar cerita Rasulullah tersebut Ali bin Urwah kaget keheranan terkagum-kagum betapa hebatnya ibadah ke 4 orang Bani Isroil tersebut.

Sesaat kemudian malaikat Jibril datang menghampiri nabi Muhammad SAW, lalu berkata:

Hai Muhammad lihatlah kaum Engkau, betapa terheran-herannya mendengar cerita Mu tentang ke 4 orang Bani Isroil itu padahal sesungguhnya Alloh telah menurunkan yang lebih baik dari itu (Ibadah ke 4 orang Bani Isroil selama 80 tahun tanpa menentang Alloh sekejap matapun).”

Kemudian kepada nabi Muhammad SAW Malaikat Jibril membacakan wahyu Alloh SWT (QS. Al-Qodr) berikut ini:

Selanjutnya malikat Jibril mengatakan kepada Nabi Muhammad SAW,

“Lailatul Qodr ini lebih afdhol dari apa yang Engkau dan umat Engkau herankan atas ibadah ke 4 orang Bani Isroil itu.”

Serta merta Nabi Muhammad dan para sahabat saat itu merasa senang tak terkira.

Subhannalloh, meski kita kaum akhir zaman yang nota bene lemah diberi kesempatan oleh Alloh untuk meraih keutamaan yang lebih besar dengan usaha yang lebih mudah dan ibadah yang lebih ringan jika dibanding kaum-kaum terdahulu yang kuat dan tentunya ibadahnya juga sangat luar biasa itu.

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) mengajak dan menyeru kepada segenap muslimin dan muslimat untuk meramaikan masjid dengan ibadah dan amal sholeh dalam 10 malam terakhir di bulan Ramadhan ini tanpa melewatkan 1 malampun, dengan harapan Lailatul Qodr dapat kita raih. Mari persiapkan diri kita masing-masing, fisik maupun mental, fokuskan segala perhatian dan waktu 10 malam terakhir ini, ITIKAF di Masjid itu lebih baik.

LDII Salurkan Zakat Koorporasi

SHOLEH ISKANDAR – Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) bersama sembilan organisasi masyarakat (Baznas, Lazis DDII, Lazis Muhammadiyah, Lazis RZI, Aksi Cepat Tanggap, Yayasan dompet Dhuafa, Laz Alazhar, Lazis BMT dan Lazis PKPU) mendapat kepercayaan menyalurkan zakat koorporasi oleh Bank Mega Syariah (BMS).

Kemarin, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LDII, Prof DR Ir KH Abdullah Syam, menyerahkan secara simbolis zakat tersebut kepada Ketua DPD LDII Kota Bogor Radjab Tampubolon dan Ketua DPD LDII Kabupaten Bogor H Bambang Wahyudi, di Mesjid Nurul Iman, Budi Agung Kecamatan Tanahsareal.

DPP LDII dipercaya untuk menyalurkan zakat itu kepada mustahiq sebesar Rp350 juta dari dana zakat koorporasi BMS tersebut. Kemudian DPP LDII menyalurkan sebagian dana zakat itu secara simbolis Kepada sejumlah mustahiq zakat di Bogor melalui Dewan pimpinan daerah LDII kota dan Kabupaten Bogor.

Ketua Umum DPP LDII Prof KH Abdullah Syam mengatakan zakat yang disalurkan melalui DPD LDII Kota Bogor masing-masing sebesar Rp25 juta, selanjutnya dana itu akan dibagikan kepada 500 keluarga dhuafa dengan besaran pembagian Rp100 perkeluarga.

Selain Bogor, DPP LDII juga menyalurkan zakat dibeberapa wilayah lainnya seperti Depok, Bekasi, DKI Jakarta dan Tangerang. Iajuga menghimbau agar dana tersebut disalurkan dengan benar dan dapat dipertangungjawabkan.

“Harus ada laporannya ke DPP LDII tentang siapa saja yang menerima. LDII Harus mampu membuktikan dirinya sebgai ormas keagamaan yang menjunjung tinggi sifat jujur amanah rukun kompak dan mampu bekerjasama yangbaik nelalui penyaluran zakat kooporasi,” ujarnya.

Ia berharap BMS akan terus memberikan kepercayaan kepada LDII untuk menyalurkan dana zakat koorporasinya dan jumlah dana yang disalurkan dapat terus berkembang hingga memberikan manfaat nyata kepada keluarga dhuafa yang menerima bantuan.

Sementara Ketua DPD LDII Kota Bogor Radjab Tambulon berjanji akan menjalankan amanah tersebut dengan baik. “Kami akan data dan akan kami langsung berikan dengan cara door to door,” ujarnya.(dra)

(sumber www.radar-bogor.co.id)